Rabu, 14 April 2010

Refleksi Negarawan untuk Negaranya, Indonesia.

Pemikiran seorang yang bisa melihat negaranya dengan pemikiran yang membangun itulah sang negarawan. Bukan sekedar omdo tetapi memberikan solusi yang bisa ditawarkan untuk perbaikan bangsa ini. Indonesia yang telah melalui pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2009 lalu telah menyisakan berapa cerita. Cerita yang telah terukir oleh para guratan politisi dan orang-orang yang berkepentingan didalamnya. Pada menjelang pemilihan umum anggota legislatif dan presiden 2009 rakyat disibukkan dengan kampanye dan mencari pemimpin yang tepat untuk Indonesia 2009 - 2014. Setidaknya 38 partai politik siap beradu strategi merebut hati rakyat memenangkan kursi legislatif.
Belasan kandidat presiden sudah mendeklarasikan kesiapan memimpin bangsa di 2009. Baik dari kalangan purnawirawan jenderal, independen, partai politik, tokoh ormas, dan kaum muda. Sebuah prestasi bangsa ini jika masih menemukan orang-orang yang siap dan berani mengambil tanggung jawab besar menjadi pemimpin.
Sebagai bangsa yang besar kita dihadapkan pada masalah yang begitu besar pula. Pemimpin yang berpikir dan berjiwa besar yang dibutuhkan untuk men-drive Indonesia menuju kejayaan dan kemakmuran. Dia yang mencari alur dan meretaskan jalan menyelaraskan berbagai kepentingan menjadi kepentingan bangsa yang memberdayakan setiap kekuatan kelompok menjadi kekuatan bersama. Dia yang punya karakter dan keberanian, kepercayaan diri, dan keyakinan, dan dia yang memiliki kapasitas dan memiliki pemahaman mendalam atas problema bangsa ini.
Dalam ranah inilah rakyat selalu menemui dilema. Siapa sosok yang mumpuni membawa bangsa keluar dari transisi. Setiap hajatan pemilihan umum rakyat seperti raja yang diposisikan sangat terhormat dan terbujuk. Namun, kerap sekaligus tereksploitasi dan terbodohi. Lama kelamaan kesadaran umum akan pentingnya kesamaan tekad yang jujur antara rakyat dan elit kekuasaan semakin dirasakan.
Pasca reformasi dan mobilisasi kesadaran itu makin membesar dan menjadi bola salju perubahan. Kita harus bersyukur atas banyak kemajuan yang ada dengan tetap konsisten dan terus berjuang melanjutkan agenda reformasi.
Bayang-bayang Krisis. Meski disadari momentum reformasi ternyata belum cukup membawa perubahan keseluruhan. Kegamangan terasa dengan keinginan sebagian rakyat kembali ke masa lalu yang lebih punya harapan kesejahteraan meski hilangnya kebebasan berpendapat.
Krisis pangan menjadi indikator pertama bagi ketidakberhasilan orde reformasi
memberi kebutuhan mendasar bagi rakyat. Beberapa kali pemerintah melalui harus mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand untuk menutupi defisit persediaan pangan. Beberapa kasus kelaparan dan kekurangan pangan di berbagai daerah program beras miskin (raskin) dianggap belum cukup dan realisasinya yang banyak kebocoran.
Begitu pula krisis energi yang ironis betapa sebuah bangsa yang menyimpan kekayaan energi yang besar dalam perut buminya gagal menyediakan energi yang cukup dan terjangkau bagi rakyatnya. Mengekspor minyak mentah dan mengimpor minyak bahan bakar jadi adalah logika pragmatis jangka pendek ekonomi. Jika mengucurkan anggaran dan mendorong investasi untuk membangun kilang minyak sendiri sehingga melipatgandakan nilai tambah (value added) maka kita tidak akan panik setiap kenaikan harga minyak dunia.
Beberapa kali harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan di era reformasi, sejak pemerintahan Gus Dur, Megawati, hingga Yudhoyono. Alasan penyesuaian harga dunia bisa saja masuk akal. Namun, bagaimana dengan laporan investigasi beberapa media yang menilai adanya kebocoran biaya produksi, kesalahan manajemen, korupsi serta mafia minyak.
Rakyat berteriak perlunya membongkar mafia minyak, peningkatan nilai tambah dan kapasitas, serta penghematan biaya produksi. Baru-baru ini kita terhenyak lagi dengan kasus LNG Tangguh. Tentulah setiap orang menganggap ada yang salah dalam mengelola dan memanfaatkan energi.
Rakyat juga dihadapkan pada krisis keuangan yang terus berlangsung dan menggerus cadangan devisa negeri ini. Malapetaka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah membuka tabir penyelewengan besar-besaran uang negara. Bahkan, kasus ini disebut-sebut sebagai tragedi dunia perbankan terbesar abad ini merujuk pada nilainya yang mencapai ratusan triliun rupiah.
Setiap tahun pemerintah harus menganggarkan sekitar 60 triliun rupiah dari APBN untuk membayar bunga obligasi rekapitulasi BLBI. Dapat kita bayangkan kesejahteraan rakyat akan terwujud dengan pengelolaan dana sebesar itu. Solusi krisis keuangan tidak harus dengan mengemplang utang luar negeri. Tetapi, dapat dengan melakukan renegosiasi pembayaran bunga utang luar negeri secara bertahap, memperluas partisipasi pembayaran pajak progresif,
penghematan anggaran dan penyerapan tanpa kebocoran, dan menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitulasi BLBI.
Situasi finansial dunia juga memberi pengaruh besar, krisis finansial di Amerika Serikat secara nyata memicu goyahnya perekonomian dalam negeri. Ambruknya Lehman Brothers, salah satu bank investasi terbesar Amerika, mengakibatkan krisis finansial negara itu dan mendorong industri perbankan mereka melakukan transformasi paling dramatis pasca resesi AS 1920-an (The Great Depression).
Pasar valuta langsung memberi respon hingga nilai tukar mencapai angka dramatis hingga lebih dari Rp 12,000 per Dolar AS. Dan kemungkinan besar laju investasi asing menurun di saat kita sedang membutuhkan. Hal ini karena penarikan dana investasi secara besar-besaran untuk menanggulangi keadaan yang terjadi di pusat krisis.
Bayang-bayang krisis ekonomi dapat terjadi lagi di negeri ini jika tidak ada solusi cerdik dan cepat. Misalnya dengan segera menekan laju inflasi dan pelarian modal ke luar negeri, mencari pasar alternatif ekspor seperti Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, menekan biaya dan mengurangi produk impor, serta mendorong konsolidasi kapital dalam negeri serta penguatan pasar domestik.
Krisis infrasruktur juga tengah mengancam negeri ini. Kerusakan infrastruktur dan pemukiman penduduk karena faktor alam akibat tsunami Aceh dan Nias, Gempa Yogya, dan Tsunami pantai selatan Jawa, serta bencana yang kerap menimpa di berbagai daerah. Juga karena faktor usia menyebabkan banyak sekali gedung sekolah yang rusak, jembatan yang runtuh, serta fasilitas umum lainnya yang tidak layak guna.
Sangat disayangkan ketika justru pada era reformasi terjadi perlambatan pembangunan infrastruktur. Hal ini ditingkahi pula oleh manajemen aparatur penyelenggara negara yang lemah dan terindikasi sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme, kebocoran anggaran yang mencapai 40 persen setiap tahunnya membuat perlambatan pembangunan semakin tampak.
Impian kapitalisme tentang trickle down effect sepertinya semakin jauh. Krisis fiskal dan moneter juga terjadi bukan saja karena Indonesia menerima sepenuhnya konsep kapitalis liberal dalam sistem ekonominya. Tetapi, juga karena regulasi yang tidak terealisasi dengan baik. Keseimbangan makro ekonomi selalu dilalui dengan mengucurkan ratusan miliar rupiah sebagai bantalannya, misalnya untuk mempertahankan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Secara umum ekonomi menjadi masalah utama untuk meretas kebangkitan. Masalah kunci ekonomi terakumulasi dalam perangkap utang (debt trap), rendahnya nilai tambah produk, korupsi, nilai tukar rupiah yang labil, pengangguran dan kemiskinan, di mana masalah-masalah tersebut menyebabkan daya saing ekonomi rendah yang memicu kelesuan dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Muslim Negarawan Solusi Krisis Kebangsaan dan Global. Krisis di berbagai bidang telah menyita energi dan kepercayaan diri pemimpin dan rakyat yang dapat mengarah pada kemunduran (declining). Dibutuhkan keberanian berlebih dan upaya menghitung kembali kekuatan untuk bangkit. Yakinkan, Indonesia adalah bangsa yang besar, dengan sejarah panjang memperjuangkan, merebut, dan mempertahankan kemerdekaan.
Inilah bangsa yang benar-benar memperjuangkan kemerdekaannya dari awal. Menurut beberapa pengamat hanya Indonesia dan Vietnam di Asia Tenggara yang merebut kemerdekaan dengan sempurna dari penjajah. Bukan hadiah ataupun konsensus. Kemerdekaan yang sempurna inilah yang harus terus dikobarkan dan diwariskan pada setiap generasi bangsa.
Luas wilayah Indonesia dengan segenap kekayaan alamnya cukup untuk memberi makan setiap jiwa yang ada di dalamnya. Bayangkan, jika peta Indonesia diletakkan di atas benua Eropa meliputi darat dan laut maka Indonesia dari timur ke barat membentang dari Georgia hingga Irlandia, dan dari utara ke selatan Moskow Rusia hingga Athena Yunani, melintasi sekitar 20 negara Eropa. Betapa besar dan kaya negeri ini.
Jika kita menghitung secara kasar kekayaan alam dari atas permukaan tanah, bawah tanah, perut bumi, dan lautan, sesungguhnya kita harus bersyukur dan memiliki keyakinan besar untuk bangkit dan meretaskan jalan menuju kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Maka kita memerlukan pemimpin perubahan yang bersiap memikul tanggung jawab besar mengelola krisis menjadi potensi dan kekuatan kebangkitan. Muslim Negarawan model kepemimpinan tangguh yang memiliki ciri:
Pertama, pemahaman agama yang mendalam. Pemimpin mewakili ideologi mayoritas rakyatnya. Sehingga pengetahuan dan implementasi ajaran Islam dalam diri seorang pemimpin menjadi kekuatan yang dapat dijadikan teladan bagi rakyat. Tidak peduli bentuk negara yang dijalankan, bahkan yang paling liberal sekalipun, agama tetap menjadi barometer moral untuk menjadi pemimpin.
Umumnya negara-negara Eropa dan Amerika masih menerapkan hal ini dalam memilih pemimpinnya. Republik Indonesia juga harus dipimpin oleh seorang muslim negarawan yang inklusif dan berjanji membangun negeri bersama seluruh komponen bangsa. Agama tidak dijadikan sebagai pelengkap predikat untuk meraih kekuasaan. Tapi, menjadi spirit perbaikan dan pembangunan masyarakat madani yang toleran dan demokratis.
Kedua, idealis dan konsisten. Syarat penting meraih kepemimpinan adalah konsistensi pada idealisme dan garis perjuangan yang senantiasa berpihak pada rakyat. Idealis dan konsisten tercermin sebagai kredibilitas moral seorang pemimpin yang terus diperhatikan publik. Inilah yang kemudian menjadi penilaian rakyat sebelum menjatuhkan pilihan pada calon pemimpinnya.
Ketiga, ilmu yang luas dan pemikiran yang mapan. Pemimpin harus lebih dari rakyatnya pada sisi intelektualitas dan wawasan. Intelektualitas dapat dinilai dari kualifikasi akademis dan kepakarannya, serta perhatiannya terhadap satu masalah secara mendalam, misalnya ekonomi, teknologi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Sedangkan wawasan yang luas menuntut pemimpin harus generalis, memahami berbagai hal untuk mengambil keputusan dan tindakan.
Keempat, terlibat langsung dalam pemecahan masalah umat dan bangsa. Setiap pemimpin akan dinilai track record-nya dalam pemecahan masalah di setiap level kepemimpinannya. Pemimpin puncak harus mengambil keputusan setiap saat dengan berbagai variasi masalah yang melatarinya, dan hampir semuanya pelik dan dilematis. Karena itu seorang pemimpin harus berpengalaman dalam banyak model pengambilan keputusan, percaya diri, berkarakter dan berani.
Kelima, menjadi perekat berbagai komponen demi kemajuan bangsa. Kapasitas diplomasi dan jaringan harus teruji bagi setiap pemimpin dan calon pemimpin. Pemimpin adalah refresentasi satu atau beberapa kelompok yang sekaligus harus mengelola berbagai kelompok masyarakat dengan perspektif yang beragam. Dia harus menguasai nilai budaya lokal dan global. Namun juga memiliki fleksibilitas dan kecerdasan dalam memimpin.
Kelima hal tersebut tidak boleh berhenti pada konsep yang idealis. Haruslah membumi dalam langkah-langkah nyata secara menyeluruh yang mendorong multiplier effect kemajuan. Kita membutuhkan skenario masa depan Indonesia yang berangkat dari ide besar, pelaku perubahan, kesamaan visi, dan sumber daya. Blueprint itu harus dirangkai secara sistematis dan dapat direalisasikan.
Pemimpin perubahan harus berani membangun strategi opensif dengan menyusun peta dunia baru yang dicita-citakan menuju tatanan dunia yang diinginkan, lebih beradab. Jika hal ini bisa dikerjakan dalam rangkaian sistematis untuk tujuan kebaikan bersama, maka akan menuai hasil yang gemilang (If you work together for common good, you will achieve wonderful results).
Penjagaan nilai dan moral kebangsaan bisa menjadi garis utama agar terbebas dari berbagai anasir negatif. Selanjutnya meningkatkan kualitas demokrasi dan penguatan sistem sebagai sarana menjaga tatanan bangsa, dan kesediaan membangun kesejahteraan ekonomi bersama untuk rakyat dan generasi masa depan.
Pemimpin harus berpikir jangka panjang dan menentukan prioritas pembangunan yang mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Ketersediaan pangan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja adalah top priority bagi setiap keluarga.
Setiap kepala rumah tangga akan merasa memiliki kemuliaan (dignity) jika berhasil menyediakan makanan terbaik, kualitas hidup sehat, dan pendidikan setinggi-tingginya bagi keluarganya, yang bisa dia lakukan jika memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang cukup. Pemimpin harus mendalami masalah mikro ini karena akumulasinya akan mendorong keseimbangan makro, selanjutnya menghasilkan siklus produktivitas (productivity cycle) yang positif.
Penyediaan infrastruktur yang memadai akan mendorong mengalirnya investasi, sehingga tersedia lapangan kerja yang menjanjikan dengan produktivitas tinggi yang memberi harapan bagi jaminan hidup pekerja dan menguntungkan pengusaha, efeknya akan meningkatkan penerimaan pemerintah yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan infrastruktur kembali.
Manpower juga menjadi prioritas utama dalam pengembangannya. Bayangkan jika semua orang sehat dan berpendidikan tentulah akan mendorong peningkatan kualitas hidup dan pertumbuhan ekonomi yang sehat secara agregat akan terjadi. Maka perlu keterlibatan pemimpin pada sisi kebijakan swasembada pangan, kesehatan terjangkau, dan pendidikan dasar bagi seluruh anak usia sekolah. Karenanya kebijakan ekonomi tidak layak menerima mentah-mentah konsep kapitalis liberal perlu mempertimbangkan faktor sosiologis dan situasi kebangsaan.
Penyediaan energi dan konservasi lingkungan hidup memerlukan kebijakan dan kearifan agar keberlangsungan hidup setiap makhluk di negeri ini dapat terus diwariskan pada generasi berikutnya dengan lebih baik. Kita bisa menjaga produksi migas dan tambang non-migas dengan manajemen yang transparan dan memberikan kesejahteraan sepenuhnya untuk rakyat.
Menjaga konservasi lingkungan hidup agar ramah terhadap masyarakat tanpa bencana tahunan, dan kita mewariskan kekayaan alam dan lingkungan yang terjaga untuk generasi berikut. Tugas besar pemimpin dan setiap manusia di bumi ini adalah menyediakan kehidupan bagi generasi berikutnya.
Pengembangan sains dan teknologi akan mendorong penemuan baru yang memicu kemajuan peradaban, mengangkat derajat umat manusia dan meningkatkan harkat kemanusiaan keseluruhan. Penghargaan terhadap penemuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat, serta kepemilikan atas produk dalam negeri yang dihargai di dunia internasional.
Indonesia tidak dapat dikenal dunia hanya pada kelebihan jumlah penduduk dan sebagai sasaran eksplorasi sumber daya. Tetapi, lebih pada produk knowledge apa yang menjadi brand dan made in Indonesia.
Kebijakan internasional di tengah arus global yang borderless harus mencerminkan sikap yang terhormat dan disegani bangsa-bangsa lain. Tidak ada bangsa lain yang berani mengintervensi bangsa ini kecuali pemimpinnya menyediakan diri untuk itu.
Indonesia tidak boleh berhenti dengan posisi bebas aktif dan non-blok saja, harus menjelaskan positioning baru di kancah dunia. Bahkan, menggambarkan tatanan dunia baru yang diinginkan. Memilih partner dan kelompok negara-negara mana yang diinginkan. Bahkan, memiliki rancangan masa depan dunia yang dicita-citakan. Seiring waktu konsep nasionalisme dan internasionalisme makin berkembang dan membuat definisinya sendiri.
Suatu negara bisa memilih warga negara yang diinginkan seperti Singapura dan Qatar. Sebaliknya seorang bisa memilih kewarganegaraan mana yang dinginkan. Semua berdasarkan uang.
Negara menginginkan warga yang kaya dan teratur. Manusia menginginkan kebebasan dan fasilitas. Maka memposisikan semangat nasionalisme sekedar dalam perspektif cinta tanah air dan bangsa tidak cukup. Akan terus mengalami pergeseran makna. Bahkan mendorong redefinisi tentang konsep nasionalisme baru.
Perubahan-perubahan perspektif masyarakat dunia seperti ini harus dijawab dan menghasilkan kebijakan tepat yang mampu melingkupinya. Banyak hal yang harus dijawab oleh siapa pun pemimpin bangsa ini dan siapa pun yang berpikir dan bekerja di dalamnya.
Kita membutuhkan breakthrough untuk meretaskan jalan menuju kejayaan Indonesia. Meskipun kita harus membayar mahal setiap kesempurnaan perjuangan. Berhenti di satu tikungan pemilihan umum untuk selanjutnya merancang strategi dan bekerja membangkitkan Indonesia, menuju take off dan menjadi tiger of the world.

Jumat, 09 April 2010

Brebes oh Brebes

Laporan Dugaan Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Tahun Anggaran 2003 - 2005 Kabupaten Brebes Jawa Tengah




Pendahuluan


Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah (desentralisasi) saat ini, prinsip dasar atau asas-asas keuangan daerah dan keuangan sektor publik pun mengalami perubahan paradigma. Paradigma baru dari prinsip pengelolaan anggaran publik dimaksud adalah transparansi, efisiensi, efektif, akuntabilitas dan partisipatif. Kelima prinsip ini harus tercermin dalam setiap implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah. Apakah itu dalam konteks penyusunan RAPBD, proses pembahasan, proses penetapan APBD dan pelaksanaan (implementasi) maupun pertanggungjawaban keuangan daerah.

Perencanaan anggaran dan manajemen keuangan daerah menjadi tuntutan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah guna mewujudkan good and clean gevernance, prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah (APBD) yang baik dan benar merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dan dihindari.

DPRD adalah lembaga yang salah satu fungsinya melakukan kontrol terhadap langkah yang dilakukan oleh pihak eksekutif agar tidak melakukan penyimpangan dan pelaksanaan pembangunan. Di dalam pelaksanaan pembangunan, DPRD dan eksekutif melakukan penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD.

Untuk kasus di kabupaten Brebes, dari hasil investigasi dan analisis dokumen ditemukan bahwa dalam penyusunan, pembahasan dan pengesahannya dilakukan tanpa adanya pelibatan masyarakat secara maksimal, sehingga terdapat kelemahan APBD yang ditetapkan tersebut. Termasuk juga dalam hal pengawasan di masyarakat. Kelemahan ini yang kemudian dimanfaatkan oleh legislatif (DPRD) dan pihak eksekutif (Bupati dan Wakil Bupati) untuk melakukan berbagai penyimpangan dengan berbagai modifikasi kasus yang sering terkenal dengan mark-up, anggaran fiktif dan modus-modus lain pada beberapa pos anggaran yang telah disusun. Banyak sekali mata anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Hal ini terjadi karena adanya konspirasi antara legislatif dan eksekutif dalam penyusunan, pembahasan, penetepan dan implementasi di lapangan yang justru banyak ditemukan menyimpang dan tidak mempunyai landasan hukum yang jelas. Terbukti dalam beberapa Perda dan SK Bupati yang sangat memberikan peluang penyimpangan anggaran.

Perilaku eksekutif (Bupati dan Wakil Bupati) dan legislatif ini tidak dibenarkan karena telah menyebabkan kerugian negara Milyaran rupiah dan kerugian yang diderita masyarakat Kabupaten Brebes karena hak-hak dasar yang tidak terpenuhi secara maksimal.



POSISI KASUS


1. Kronologis Kasus

Ditetapkannya Keputusan Bupati Kabupaten Brebes No. 010 Tahun 2004 tentang penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003.

Selanjutnya ditetapkan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004 dan Peraturan Daerah tentang penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Brebes tahun anggaran 2005. Selanjutnya ditetapkannya Keputusan Bupati tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2005. Dan Ditetapkannya Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2005.



Penyalahgunaan, anggaran fiktif dan/atau mark up mata anggaran dalam APBD yang dilakukan sejak tahun 2003 – 2005 dan telah diketahui oleh masyarakat Kabupaten Brebes dengan melakukan berbagai aksi yang sifatnya untuk mendesak kepada berbagai pihak untuk melakukan tindakan atas apa yang telah dilakukan oleh DPRD, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Brebes.

Adapun hal-hal yang pernah dilakukan oleh masyarakat Brebes adalah :

Pada tanggal 28 Juni 2005 ratusan Mahasiswa Brebes (Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes/KPMDB) melakukan aksi damai ke Gedung DPRD Brebes dan Kejaksaan Negeri Brebes mendesak penuntasan kasus penyimpangan anggaran tahun 2003 – 2005 tentang dugaan mark-up pengadaan tanah oleh Pemkab Brebes senilai 11 Milyar dan Dugaan korupsi Proyek Pengadaan Buku Pelajaran seniali 20 Milyar.



Dilanjutkan aksi yang kedua yang merupakan gabungan Mahasiswa, Ulama, Santri dan Pemuda dengan massa 1300 orang dalam wadah Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) menuntut penuntasan kasus yang sama dengan di atas.



Tanggal 26 Agustus 2005 perwakilan dari beberapa elemen masyarakat yang dimotori Gebrak melakukan audiensi ke Komisi A DPRD Brebes untuk tidak melakukan pembayaran tahap kedua pada Proyek Pengadaan Buku Pelajaran tersebut senilai 10 M karena proses hukum yang belum selesai di POLDA Jateng.



Tanggal 23 Agustus 2005 Gebrak melakukan audiensi ke POLDA Jateng untuk mendesak penyelesaian dugaan korupsi Buku Pelajaran tersebut.



Tanggal 23 September 2005 Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) melakukan audiensi dengan beberapa perwakilan elemen masyarakat ke Kejaksaan Negeri Brebes untuk konfirmasi penanganan kasus dugaan korupsi mark-up pengadaan tanah senilai 11 Milyar.



Tanggal 26 September 2005 penyerahan data temuan baru tentang kasus dugaan korupsi pada pengadaan buku Pelajaran kepada POLRES Brebes untuk ditindaklanjuti.



Tanggal 28 September 2005 Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) pelaporan kasus dugaan Mark-up pengadaan tanah oleh Pemkab Brebes senilai 11 Milyar dan Dugaan kasus korupsi pengadaan buku pelajaran (kasus Balai Pustaka) senilai 20 Milyar ke KPK dengan penyerahan berkas dan data-data kasus.



Tanggal 2 Oktober 2005 Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak) bersama-sama ICW dan P3M mendatangi KPK untuk serius menangani dugaan korupsi Mark-up pengadaan tanah oleh Pemkab Brebes dan Dugaan Korupsi pengadaan buku pelajaran (BP).



Tanggal 28 Desember 2006, PUSAKA (Pusat Transparansi dan Kajian Publik) bekerjasama dengan Gebrak melakukan refleksi penanganan dugaan-dugaan korupsi sejak tahun 2003 sampai 2005 belum ada satu pun kasus penyimpangan anggaran yang tersentuh oleh hukum.

Tanggal 5 Januari 2006 beberapa perwakilan masyarakat yang sudah ditunjuk melakukan pelaporan dugaan korupsi pada anggaran tahun 2003-2005 ke Kejaksaan Negeri Brebes.



Hingga sampai sekarang belum ada respon yang positif terhadap pelaporan masyarakat baik dari pihak Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, POLDA Jateng, KPK, bahkan Kejaksaan Agung RI pun belum ada respon baik yang sangat ditunggu-tunggu masyakat Brebes dalam penyelesaian kasus korupsi yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI dari KPK tentang dugaan korupsi pada pengadaan buku Pelajaran (Balai Pustaka) senilai 20 Milyar itu.

Apalagi ada kesan penanganan kasus BP yang sangat lamban hanya mengulur-ulur waktu yang dikhawatirkan kasus akan di-peties-kan. Bagaimana tidak, hal ini karena berkas kasus hanya bolak balik dari / ke POLDA Jateng dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Begitu juga dengan Penanganan kasus BP di KPK yang terkesan cuci tangan dengan melimpahkan kasus ke Kejaksaan Agung RI tanpa ada fungsi kontrol, sehingga Kejaksaan Agung pun tidak bisa berbuat banyak dalam kasus ini. Ditambah lagi dengan kasus dugaan mark up pengadaan tanah oleh Pemkab Brebes senilai 11 Milyar. KPK pun tidak memberikan respon sedikit pun, padahal kerugian negara yang diakibatkan mencapai Milyaran rupiah.

Oleh karena itu kami komunitas Masyarakat Brebes yang tergabung dalam Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak), Pusaka (Pusat Transparansi dan Kajian Publik), Forum Ulama Anti Korupsi (FORMAK) Brebes dan Persatuan Masyarakat Anti Korupsi (PEMAKs) mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyidikan dan / atau penyelidikan terhadap seluruh anggota DPRD Brebes periode 1999-2004 dan periode 2004-2009, Sekretaris Dewan Kabupaten Brebes, Bupati dan Wakil Bupati Brebes, Sekretaris Pemerintah Daerah Brebes dan Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Daerah Brebes dimana dalam penyimpangan anggaran termasuk adanya dugaan Mark Up Pengadaan Tanah dan Dugaan Korupsi pada Proyek Pengadaan Buku Pelajaran.





2. Indikasi Penyimpangan/Penyelewengan
1. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003)

1. Dugaan Mark-up pengadaan Tanah oleh Pemkab Brebes di tiga lokasi untuk Pasar (Rp. 11.000.000.000,00.)

Awal tahun 2003 Pemkab melakukan pembelian sejumlah tanah milik masyarakat, yang akan digunakan untuk perluasan pasar. Pengadaan tanah ini dapat diketahui pada Penjabaran APBD TA 2003 pada pos anggaran Sekretariat Daerah (Sekda) pada Pengadaan Tanah untuk perluasan Pasar (Bagian Pemerintahan) dengan kode rekening 2.01.03.3.1.11.01.2 sebesar Rp. 10.500.000.000,00 untuk tanah Jl. A. Yani dan Tanah di Jl. Jend. Sudirman. Kemudian pada pos yang lain pada Pos Anggaran Kantor Pengelolaan Pasar pada Belanja Modal Tanah untuk Perluasan Pasar Banjaratma dengan kode rekening 2.01.14.3.1.2. Tiga lokasi tanah tersebut yaitu :

No Lokasi Luas Harga satuan/m2 Jumlah
1 Jl. A. Yani 1.200 m2 Rp. 5.000.000,00 Rp. 6.000.000.000,00
2 Jl. Jend. Sudirman 900 m2 Rp. 5.000.000,00 Rp. 4.500.000.000,00
3 Ds. Banjaratma Bulakamba Brebes 280 m2 Rp. 1.785.714,00 Rp. 500.000.000,00
Total Rp.11.000.000.000,00



Dugaan korupsi ini awalnya diangkat oleh beberapa media dan dukungan masyarakat sampai ditangani oleh Kajari Brebes Poltak Manullang, SH. pada awal tahun 2004. Dasar dugaan mark-up tersebut karena adanya perbedaan yang sangat mencolok dengan harga tanah masyarakat di sekitar (satu kelas) tanah yang dibeli oleh Pemkab Brebes. Berdasarkan NJOP tanah di dua lokasi poin ”1” dan ”2” harga paling mahal adalah Rp. 1 Juta / m2 , sedangkan untuk tanah di Desa Banjaratma dengan harga yang juga sangat tidak wajar.

Kasus ini di hentikan pada tahap penyelidikan oleh Kajari Poltak Manullang, SH (sekarang Kejati Jawa Barat) dengan dalih harga yang disepakati sudah prosedur dengan menggunakan dasar penilaian dari Succofindo Affraisal dimana menilai bahwa tidak ada unsur mark-up. Sungguh sangat menyakitkan sekali proses penghentian penanganan kasus ini.

Kasus ini pernah dilaporkan ke KPK, tetapi belum mendapat respon sedikit pun sehingga masyarakat kecewa.

2. Dugaan Pengeluaran fiktif pada proyek Pengadaan Pompa dan Mesin Penggerak di Wanasari (Rp. 235.750.000,00).

Dalam TA 2003 terdapat pengeluaran Pengadaan Pompa dan Mesin Penggerak dengan instalasinya sebesar Rp. 961,96 Juta yang dilakukan oleh CV. Karya Jasa dengan proses Penunjukkan Langsung. Jangka waktu penyelesaian pekerjaan tanggal 24 Desember 2003. Lokasi Pemasangan pompa dua unit di Kec. Brebes dan satu unit di Kec. Wanasari. Pemeriksaan atas DASK, Kontrak, SPMU dan bukti-bukti pendukung (SPJ) dketahui bahwa Pengguna Anggaran mencairkan anggaran denga cara membuat bukti-bukti fiktif. Hal tesebut dimaksudkan supaya anggaran yang tersedia bisa dimanfaatkan atau digunakan dan tidak hangus. Pekerjaan yang berlokasi di Wanasari, nilai pekerjaan ditambah PPn sebesar Rp. 235.750.000,00, secara fisik mesin pompa dan asessorisnya ada tetapi belum terpasang dan masih menjadi kewajiban pemborong.

Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa. Dan juga tidak sesuai dengan Perjanjian Kontrak Nomor 050/3561/SPP-Pa/PNGD/XI/2003 tanggal 12 November 2003.

3. Dugaan penyimpangan Belanja Pemeliharaan Angkutan Darat Bermotor pada Sekretariat DPRD (Rp. 63.000.000,00)

Pada TA 2003, berdasarkan investigasi dan analisa SPJ pada Sekretariat Dewan Kab. Brebes diketahui, pengeluaran untuk biaya pemeliharaan kendaraan bagi Pimpinan, Anggota Dewan, Sekretaris Dewan sebesar Rp. 63.000.000,00 yang dibebankan pada Kode Rekening 2.01.04.1.4.09.01.1 Belanja Pemeliharaan Alat-alat Angkutan Darat Bermotor. Realisasi pengeluaran, dilakukan dengan cara memberikan uang tunai sebesar 1,5 Juta kepada masing-masing pimpinan, anggota dewan dan sekretaris dewan. Sehingga pengeluaran tersebut praktis, merupakan upaya menambah penghasilan bagi yang bersangkutan melalui cara yang tidak sejalan dengan ketentuan yang berlaku dan bukan untuk perbaikan kendaraan.

Hal ini tidak sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 49 ayat (5) yang mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp. 63.000.000,00.

4. Dugaan Penyimpangan pada penggunaan Dana Belanja Tak Tersangka pada APBD perubahan (Rp. 229.130.000,00)

Berdasarkan Perubahan APBD TA 2003, Pemkab Brebes telah menganggarkan Belanja Tak Tersangka sebesar Rp. 1.517.790.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp. 1.384.140.000,00.

Dalam analisa pada SPMU dan SPJ diketahui bahwa pengeluaran-pengeluaran sebesar Rp. Rp. 229.130.000,00 untuk pengeluaran :

o Denda PPh Pasal 21 sebesar Rp. 0,6 Juta
o Penertiban atribut Partai Politik sebesar Rp. 13 Juta
o Kegiatan Penerimaan dan Kefarmasian sebesar Rp. 17,07 Juta
o Kegiatan Pembahasan APBD 2004 sebesar Rp. 150 Juta
o Loos Swadaya Banjaratma sebesar Rp. 24 Juta
o Biaya Profisi Cerukan sebesar Rp. 6,46 Juta.

Kondisi ini mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp. 229.130.000,00. Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 105 Tahun 2000 Pasal 12 ayat (2) jo. Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 7 ayat (1) dan (2).

5. Dugaan Penyimpangan Pengadaan Alat Berat Buldoser pada Dinas PU Brebes (Rp. 235.000.000,00)

APBD TA 2003 menganggarkan pada kode rekening 2.15.01.2.3.07.01.2 Biaya Pemeliharaan Alat-alat Besar Darat (Buldoser) sebesar Rp. 298,45 Juta dan direalisasikan 289,3 Juta. Dari realisasi dan bukti-bukti pendukungnya yaitu DASK, Kontrak, SPMU dan SPJ, sebagian besar dipergunakan untuk membeli buldózer bekas dengan cara tukar tambah atas buldózer lama yang telah rusak (terbakar). Proses tertuang dalam dalam Surat Perjanjian tukar tambah buldoser No. 680/155SPTTB/I/2003 tangal 2003 antara Kasub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas PU Kab. Brebes selaku pengendali kegiatan dengan CV. Agung Perkasa Klampok Wanasari sebagai pelaksana pekerjaan mulai tanggal 25 Januari 2003 s/d 3 Februari 2003. Berdasarkan Pasal 6 tata cara pembayaran menyebutkan pembayaran biaya tukar tambah buldózer dilaksanakan sekaligus sebesar Rp. 235.000.000,00 mendahului penetapan APBD Kab. Brebes Tahun 2003.

Kondisi ini tidak sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 49 ayat (1) jo. Perda Kabupaten Brebes No. 9 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 48 ayat (1).

6. Dugaan Penyimpangan pada Biaya kegiatan sensus barang di lingkungan Pemkab Brebes (Rp. 123.140.000,00)

Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan inventarisasi aset-aset daerah dalam rangka membantu penyusunan laporan keuangan daerah. Pelaksanaan sensus dilakukan oleh tim yang dibentuk berdasarkan SK dengan cara menyebarkan angket kepada seluruh unit kerja di lingkungan Pemkab Brebes kemudian dikumpulkan menjadi satu bentuk laporan hasil sensus barang daerah. Akan tetapi kegiatan sensus tersebut belum dilakukan sampai pada tutup anggaran, karena semua angket diserahkan kepada Tim Penyusun, bahkan angket yang telah masuk belum diolah (dikomputerisasi). Sedangkan dalam kegiatan ini di biayai dengan anggaran sebesar Rp. 110,91 Juta.

Pada saat yang sama, bahwa dalam rangka menyusun Laporan Keuangan Daerah unit kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah, juga mempunyai kegiatan penyusunan laporan keuangan daerah yang difasilitatori oleh BPKP, diantaranya melakukan kegiatan inventarisasi/sensus barang (aset) daerah dengan nilai pendampingan 67,80 Juta. Hasil yang diperoleh dalam kegiatan dengan BPKP berupa Laporan Hasil Sensus Aset Daerah Pemkab Brebes.

Kondisi ini mengakibatkan pemborosan keuanga daerah sebesar Rp. 123.140.000,00 yang merupakan duplikasi kegiatan yang hasilnya sama.



2. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004

(Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004)

1. Dugaan Penyimpangan Anggaran Proyek Pengadaan Buku Pelajaran Siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA sebesar Rp. 20.000.000.000,00

Pada pertengahan Desember 2003, PT. Balai Pustaka salah satu penerbit buku nasional, perwakilan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, menawarkan buku pelajaran kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Dalam penawaran disebutkan bahwa berdasarkan data jumlah sekolah dan siswa di Brebes, dibutuhkan biaya sekitar 83 Milyar untuk memenuhi kebutuhan buku pelajaran. Selain itu, PT. Balai Pustaka pun menjanjikan memberi bantuan senilai Rp. 4 Milyar apabila mereka disetujui sebagai pihak yang memberi pengadaan buku tersebut.



Untuk lebih meyakinkan, PT. Balai Pustaka pun pada 7 Januari 2004 mengirimkan surat kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Brebes mengenai Kepmendikbud 0689/M/1990 yang mengaskan pemberian hak penerbitan buku pelajaran dan buku bacaan hasil proyek di lingkungan Departemen Pendidikan kepada Balai Pustaka.



Tidak lama kemudian, pada tanggal 23 Januari 2004 dibuat nota kesepahaman antara PT. Balai Pustaka yang diwakili ”H. MI” dengan Bupati Brebes ”IK” serta Ketua DPRD ”SAR” sebagai saksi. Dalam nota tersebut disepakati bahwa kedua pihak sepakat untuk mengadakan pekerjaan pengadaan buku teks wajib untuk siswa SD/MI,SLTP/MTs dan SLTA/MA.



Sebagai tindak lanjut pada 11 Februari 2004, DPRD Kabupaten Brebes mengeluarkan Keputusan nomor 05/2004 mengenai persetujuan atas pengadaan buku buku teks wajib untuk siswa SD/MI,SLTP/MTs dan SLTA/MA. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa DPRD menyetujui pembayaran pengadaan buku yang dilaksanakan beberapa tahun (multi years) pada tahun 2004 dan tahun 2005 masing-masing Rp. 10 Milyar.

Atas keputusan DPRD, pada 13 Februari 2004, Bupati Brebes mengeluarkan Surat bernomor 481.3/00863/204 kepada kepala dinas pendidikan mengenai persetujuan penunjukkan langsung. Disebutkan bahwa bupati menyetujui PT. Balai Pustaka melaksanakan pengadaan buku tersebut.



Kepala Dinas Pendidikan pada 1 Maret 2004 membentuk Panitia pengadaan dan pemeriksaan barang serta pada 9 Maret 2004 membuat surat penunjukkan pelaksanaan kegiatan belanja modal buku kepada PT. Balai Pustaka dengan nilai sebesar Rp. 19.998.676.225,00. Kemudian pada tanggal 15 Maret disusul dengan berupa Surat Perjanjian pengadaan barang (SPPB) dan surat perintah mulai kerja (SPMK).



Ada beberapa masalah setidaknya dalam pelaksanaan pengadaan buku di atas :

1. Pengadaan dilakukan melalui penunjukkan langsung (PL), padahal nilai proyek di atas Rp. 50 Juta dan bukan barang spesifik. Dalam Keppres Noor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah dinyatakan panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan dengan nilai di atas Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah). Selain itu, penggunaan Kepmendikbud 0869/M/1990 yang menegaskan pemberian hak penerbitan buku pelajaran kepada PT. Balai Pustaka sudah tidak berlaku seiring dirubahnya status Balai Pustaka menjadi Persero lewat PP Nomor 66 Tahun 1996.



Selain itu jika dibandingkan dengan penerbit lain, dengan buku yang sejenis, harga yang ditawarkan PT. Balai Pustaka ternyata lebih mahal. Padahal harga pembelian dari penerbit lain dihitung satuan sehingga semestinya harga dari PT. BP yang dibeli dalam jumlah banyak bisa lebih murah dibanding penerbit lainnya.



Tabel 1. Perbandingan Harga Buku

No Judul Buku PT. BP Grasindo Ganeca
1 Matematika Mari Berhitung 1 A Kelas 1 20.790 6.500 18.700
2 Matematika Mari Berhitung 1 B Kelas 1 14.520 6.500 15.400
3 Matematika Mari Berhitung 2 A Kelas 2 20.790 6.500 15.400
4 Matematika Mari Berhitung 2 B Kelas 2 16.940 6.500 16.400
5 Matematika Mari Berhitung 4 Kelas 4 20.900 6.500 17.600
6 Matematika Mari Berhitung 5 Kelas 5 29.590 6.500 14.300
7 Pengetahuan Sosial 4 Kelas 4 15.070 6.000 14.200
8 Pengetahuan Sosial 5 Kelas 5 15.400 6.000 13.200



2. Depdiknas melalui Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengeluarkan daftar buku pelajaran pokok yang dianggap memenuhi standar kualitas untuk sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Akan tetapi ada beberapa buku pelajaran pokok yang diterbitkan PT. BP yang tidak termasuk dalam daftar buku yang memenuhi standar Depdiknas.





Tabel 2. Daftar Buku PT. BP yang tidak memenuhi Standar Depdiknas

No Judul Buku Jumlah Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp)
1 Matematika Mari Berhitung 1 A Kelas 1 42.721 20.790 888.169.590
2 Matematika Mari Berhitung 1 B Kelas 1 42.721 14.520 620.308.920
3 Matematika Mari Berhitung 2 A Kelas 2 42.721 20.790 888.169.590
4 Matematika Mari Berhitung 2 B Kelas 2 42.721 16.940 723.693.740
5 Matematika Mari Berhitung 4 Kelas 4 41.893 20.900 877.444.700
6 Matematika Mari Berhitung 5 Kelas 5 41.893 29.590 1.242.276.970
7 Pengetahuan Sosial 4 Kelas 4 41.893 15.070 632.683.810
8 Pengetahuan Sosial 5 Kelas 5 41.893 15.400 646.538.200
9 Sains 4 Kelas 4 41.893 22.880 960.571.040
10 Sains 5 Kelas 5 41.893 20.625 865.899.375
Total 422.242 8.345.755.935



Setidaknya ada dua kerugian bagi Pemerintah Daerah. Pertama, secara finasial. Pembelian buku-buku yang tidak memenuhi standar kualitas merupakan pemborosan anggaran sebab tidak akan bisa digunakan oleh sekolah. Dari daftar pembelian, tercatat sedikitnya 10 jenis buku yang dianggap tidak memenuhi standar kualitas dengan penghitungan kerugian sebesar Rp. 8, 3 Milyar.

Kedua, secara akademis. Buku Pelajaran merupakan bagian terpenting dan menjadi pedoman bagi guru dan murid dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar. Apabila kualitas buku buruk, bukan tidak mungkin proses hasil belajar mengajar akan buruk pula.

3. Potongan rabat yang tidak jelas. Dalam Surat PT. Balai Pustaka pada 6 Maret 2004 kepada Dinas P dan K Kabupaten Brebes dinyatakan bahwa potongan harga hanya diberikan kepada toko buku dan agen pembelian, sedangkan diluar itu hanya diberikan bantuan buku senilai Rp. 4.003.870.420,00. Dalam lampiran yang termasuk dalam daftar bantuan adalah buku-buku untuk SMA/MA.



Apabila dihitung secara prosentase niali bantuan buku sebesar 20 % dari total proyek. Padahal menurut salah seorang pengelola penerbitan buku, umumnya presentase yang diberikan penerbit kepada penjual (toko buku maupun di luar itu) tidak kurang dari 50 % dari total proyek.

Potongan dalam bentuk barang dan prosentasenya kecil secara finansial jelas merugikan Pemkab Brebes. Selain itu, potongan dalam bentuk buku berasal dari inisiatif penerbit sehingga diragukan kegunaannya bagi sekolah.



2. Dugaan Penyimpangan Pemberian Tunjangan Kesehatan dan Premi Pimpinan dan Anggota DPRD (Rp. 202.021.500,00)

Berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPRD Brebes Nomor 04 Tahun 2004 tanggal 21 Januari tentang Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kab. Brebes APBD 2004 mengaloksikan anggaran sebesar Rp. 202.021.500,00. Hal ini juga disebabakan kelalaian Panitia Anggaran dan Sekretaris DPRD serta Kebijakan Bupati dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan dan atau fasilitas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku. Jenis tunjangan dan tambahan penghasilan ini diberikan sebagai berikut :

o Biaya Asuransi

APBD Tahun 2004 pos DPRD Kode rekening 2.01.01.1.1.01.19.1 telah dianggarkan Biaya Asuransi sebesar Rp. 111.000.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp. Rp. 55.000.000,00 atau sebesar 49%. Realisasi tersebut dipergunakan untuk membayar premi Asuransi Kesejahteraan Hari Tua Kumpulan Tahun 2004 pada PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan jumlah pembayaran untuk Ketua sebesar Rp. 300.000,00, Wakil Ketua Rp. 250.000,00 dan Anggota masing-masing sebesar Rp. 200.000,00. Pembebanan Biaya Asuransi ini melekat pada Belanja Pegawai.

o Tunjangan Kesehatan / Tunjangan Kesejahteraan

Pada APBD TA 2004 pos DPRD Kode Rekening 2.01.01.1.1.01.07.1 telah dianggarkan Tunjangan Kesehatan sebesar Rp. 147.022.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp. 147.021.500,00 atau sebesar 99,99%. Pembayarannya dilakukan secara tunai dan pencatatannya melekat pada Belanja Pegawai. Pembayaran Berdasarkan Keputusan Bupati Brebes Nomor 903/285/Tahun 2004 tanggal 21 September 2004 tentang Pemberian Tunjangan Perumahan Bagi Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Brebes. Selain itu dalam SK Pimpinan DPRD Nomor 04 Tahun 2004 tanggal 21 Januari 2004 . Rincian besarnya Tunjangan Kesehatan adalah Ketua, Wakil Ketua dan semua Anggota DPRD masing-masing sebesar Rp. 500.000,00.



Hal ini tidak sesuai dengan :

o PP Nomor 24 Tahun 2004 tanggal 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinanan Anggota DPRD Pasal 10 yang menyebutkan bahwa Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri dari Uang Representasi, Uang Paket, Tunjangan Jabatan, Tunjangan Pantia Musyawarah, Tunjangan Komisi, Tunjangan Panitia Anggaran, Tunjangan Badan Kehormatan dan Tunjangan Alat Kelengkapan lainnya. Begitu juga pada Pasal 16 ayat (3) yang menyebutkan Tunjangan Kesehatan dan pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pembayaran premi asuransi kesehatan kepada lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Diperkuat lagi pada Pasal 26 Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini dinyatakan melanggar hukum.
o Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah pada Pasal 49 ayat (5) yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.



3. Dugaan Perjalanan Dinas Fiktif yang dilakukan oleh sebagian Anggota DPRD sebesar Rp. 130.692.600,00

Pada APBD TA 2004 telah dianggarkan Biaya Perjalanan Dinas bagi Anggota DPRD Kabupaten Brebes dengan Kode Rekening 2.01.04.1.3.1 sebesar Rp. 1.097.890.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp. 1.097.880.000,00 atau sebesar 99,99% dan Kode Rekening 2.01.04.2.3.1 sebesar Rp. 15.000.000,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp. 9.917.000,00 atau sebesar 66,11%.

Dari realisasi penggunaan Biaya Perjalanan Dinas itu dapat diketahui bahwa terdapat penggunaan biaya perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan, antara lain perjalanan dinas ganda atau perjalanan dinas fiktif yaitu pada hari yang sama selain melakukan perjalanan ke daerah atau kota tertentu yang bersangkutan pada hari yang bersamaan juga sedang mengikuti rapat di DPRD Kabupaten Brebes. Hal ini dapat diketahui dari daftar hadir masuk kerja harian dan daftar hadir peserta rapat yang ada. Dengan demikian dapat diketahui bahwa uang SPPD yang diterima tidak dipergunakan untuk melakukan perjalanan dinas. Jumlah biaya perjalanan dinas ganda atau perjalanan dinas fiktif sebesar Rp. 130.692.600,00.

Kondisi ini disebabkan karena Kesengajaan sebagian Anggota DPRD Kabupaten Brebes yang menerima uang perjalanan dinas tetapi tidak melakukan perjalanan dinas, kelalaian Pengguna Anggaran, Pengendali Kegiatan, Pemegang Kas dan Kasir pada Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dari hasil investigasi diketahui bahwa pembayaran biaya perjalanan dinas dilakukan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas yang telah ditandatangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Brebes.



Hal ini tidak sesuai dengan :

o Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah pada Pasal 49 ayat (5) yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
o PP Nomor 24 Tahun 2004 tanggal 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinanan Anggota DPRD Pasal 26 Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini dinyatakan melanggar hukum.

4. Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00

Pada APBD TA 2004 Pemkab Brebes mengalokasikan biaya Tambahan Penghasilan Pegawai Kode Rekening 2.1.1.1 (Rekening Belanja Pegawai/Personalia) sebesar Rp. 20.084.929.000,00 dengan realisasi sebesar Rp.19.695.767,00 atau sebesar 98,06 %. Tambahan Penghasilan Pegawai ini diberikan kepada seluruh pegawai termasuk pejabat struktural yang dibayarkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Juli dan menjelang Hari Raya ’Iedul Fithri.

Selain itu, Pemkab Brebes pada TA 2004 mengalokasikan Anggaran Biaya untuk Tunjangan Kesejahteraan kode rekening 2.1.1.1 (rekening Belanja Pegawai/Personalia) sebesar Rp. 5.498.408.000,00 yang direalisasikan sebesar Rp. 5.184.704.000,00 atau sebesar 94,24%. Tunjangan Kesejahteraan ini diberikan sebagai tambahan penghasilan pegawai kepada pejabat struktural dengan mengacu pada SK Bupati Brebes Nomor : 840.1/23/2003 tanggal 5 April 2003 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai di Lingkungan Pemkab Brebes dan SE Setda Brebes Nomor : 804.1/02418 tanggal 5 Oktober 2004, tanpa memperoleh persetujuan DPRD.

Khusus di Lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes, selain Tunjangan Kesejahteraan juga diberikan insentif bagi Tim Pengelola Jamsostek, Honor Tim Pengelola Administrasi pengelola Program, Insentif Pengelola Keuangan Setda Kabupaten Brebes, Insentif Pengendali Pembangunan, Insentif Pranata Pengelola Sistem Komputer yang keseluruhan sebesar Rp. 92.070.000,00.

Pemberian Tunjangan ini berarti double anggaran karena yang bersangkutan juga telah menerima Tambahan Tunjnagan Kesejahteraan/Tambahan Penghasilan Pegawai.



Hal ini tidak sesuai dengan :

o PP Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan adn kepatutan. Begitu juga pada pasal 29 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Pada Penjelasan PP Nomor 105 Tahun 2000 dalam Pasal 29 ayat (2) disebutkan bahwa Tambahan Penghasilan diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat kerja dan kelangkaan profesi.
o Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah pada Pasal 49 ayat (5) yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.



5. Pembayaran Biaya Operasional Pegawai di Lingkungan Pemkab yang dibebankan pada Rekening Insentif ( Rp. 144.238.387,00)

Pada TA 2004 Pemkab Brebes telah memberikan Tambahan Kesejahteraan beupa insentif kepada pegawai di lingkungan Pemkab Brebes sebesar Rp. 5.649.617.000,00 yang direalisasikan sebesar Rp. 5.215.715.374,00 atau sebesar 92,96 %. Pembayaran insentif ini berdasarkan SK Bupati dari masing-masing unit kerja, antara lain :

o SK Bupati Nomor 900/165 Tahun 2004 tentang Pemberian Insentif pengelola kepegawaian pada BKD kabupaten Brebes.
o SK Bupati Nomor 903/208A Tahun 2003 tentang Pemberian Uang Insentif kepada pejabat dan pegawai yang bertugas mengelola dan melaksanakan pengelolaan keuangan daerah pada BPKD kabupaten Brebes
o SK Bupati Nomor 900/172 Tahun 2004 tentang Pemberian Insentif pengelola perencanaan pembangunan Kabupaten Brebes



Dari hasil Investigasi ditemukan bahwa Rekening Insentif ternyata merupakan kumpulan upah pungut dari Biaya Insentif, Biaya Operasional dan pembayaran Honorarium yang dibayarkan secara tunai dari jumlah pajak daerah yang diperoleh dalam tahun anggaran bersangkutan.



Dimana rincian dari masing-masing biaya Rp. 5.215.715.374,00 adalah sebagai berikut :

1. Jumlah insentif Upah Pungut = Rp. 979.524.780,00

2. Biaya Operasional = Rp. 144.238.387,00

3. Hororarium untuk pengelola keuangan = Rp. 4.127.952.207,00

Jumlah = Rp. 5.215.715.374,00



Pembayaran Biaya Operasional sebesar Rp. 144.238.387,00 tidak sesuai dengan ketentuan karena jumlah Insentif dan Biaya Operasional yang dibayarkan tersebut melebihi 5% dari Pendapatan Pajak Daerah. Sedangkan Jumlah Pajak Daerah tahun 2004 sebesar Rp. 19.590.495.590,00. Insentif yang harus dibayarkan seharusnya 5% x Rp 19.590.495.590,00 = Rp. 979.524.780,00 atau 114,14%. Sedangkan realisasi pembayaran Insentif dan Biaya Operasional sebesar Rp. 1.123.763.167,00 yang terdiri dari Biaya Insentif sebesar Rp. 979.524.780,00 dan Biaya Operasional sebesar Rp. 144.238.387,00 .



Hal ini tidak sesuai dengan :

o PP Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan adn kepatutan.
o Kepmendagri Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah :

1. Pasal 1 ayat (9) menyebutkan bahwa biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan.

2. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa biaya pungutan sebagaimana dimaksud ayat (1) digunakan untuk membiayai kegiatan penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penagihan dan pengawasan.
3. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa biaya pemungutan ditetapkan sebesar 5% dari realisasi penerimaan Pajak Daerah.



6. Pembayaran Rekening PDAM dan Rekening Listrik Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal (Rp. 16.901.502,00)



Pada APBD TA 2004 Pemkab Brebes mengalokasikan anggaran untuk pembayaran rekening PDAM, rekening listrik, PBB dan Biaya Retribusi Sewa Rumah Dinas yang ditempati oleh Kapolres Brebes, Kejaksaan Negeri Brebes maupun Pengadilan Negeri Brebes. Pembayaran beban rekening-rekening tersebut tidak didasarkan atas kesepakatan maupun surat perjanjian antara Pemkab Brebes selaku pemilik Rumah Dinas dengan Instansi vertikal yang bersangkutan, tetapi berdasarkan kebijakan dari Bupati Brebes. Ketiga Instansi vertikal tersebut masing-masing telah menerima Bantuan APBD dari Kabupaten Brebes yang jumlahnya cukup besar. Selain itu rekening yang dibayar oleh Pemda tersebut bukan merupakan beban pengeluaran dari Pemerintah Daerah Brebes melainkan beban pengeluaran pribadi bagi pejabat instansi vertikal yang bersangkutan, sehingga tidak seharusnya dibebankan kepada APBD Kabupaten Brebes.



Adapun rincian rekening yang dibayarkan oleh Pemkab Brebes adalah sebagai berikut :

a. Rekening Air Rp. 8.261.502,00

b. Rekening Listrik Rp. 8.640.000,00

Jumlah Rp.16.901.502,00



Hal ini disebabkan atas Kebijakan Bupati Brebes. Dimana tidak sesuai dengan PP Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan adn kepatutan.





3. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2005

(Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2005)

1. Pengeluaran Biaya Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp 182.827.575,00



Pada Tahun Anggaran 2005 dalam Pos Belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah dianggarkan belanja administrasi umum sebesar Rp. 4.371.180.000,00 dan telah terealisasi sebesar Rp. 4.371.180.000,00 atau 100%. Dari realisasi tersebut diantaranya pada kode rekening 2.01.01.1.1.01.24.1 Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD dari anggaran sebesar Rp185.471.000,00, telah direalisasi sebesar Rp182.827.575,00 atau 98,57%.

Hasil investigasi dan analisa dokumen pertanggungjawaban (SPJ) yang pengelolaannya pada pengguna anggaran Sekretariat DPRD diketahui bahwa sesuai SPMU Nomor 921/382/2005 tanggal 18 Oktober 2005 telah dibayarkan uang sebesar Rp182.827.575,00 yang peruntukannya adalah untuk membayar tambahan penghasilan ke-13 kepada para Pimpinan dan Anggota DPRD.



Penganggaran dan realisasi tambahan perbaikan penghasilan tersebut merupakan keinginan dari Pimpinan dan Anggota DPRD yang mengacu dan membandingkan pada pemberian gaji ke-13 kepada para pegawai dilingkungan PNS.



Ada beberapa Pimpinan dan Anggota DPRD telah mengembalikan tambahan perbaikan penghasilan yang telah diterima ke Kas Daerah sebesar Rp. 92.920,075,00 dan sisanya sebesar Rp. 89.907.500,00 belum di setor ke Kas Daerah. Sedangkan 38 orang Anggota Dewan yang lain telah mengangsur masing-masing Rp1.700.000,00/per orang, total angsuran Rp. 64.600.000,00.



Pengeluaran tunjangan perbaikan penghasilan yang tidak sesuai ketentuan tersebut tidak sesuai dengan :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah pada pasal 27 : ayat (1) Setiap pembebanan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih ; ayat (2) Setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau mengesahkan surat-surat yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tanggal 28 Agustus 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 10 yang menyatakan bahwa Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri dari : a. Uang Representasi; b. Uang Paket; c. Tunjangan Jabatan; d. Tunjangan Panitia Musyawarah; e. Tunjangan Komisi; f. Tunjangan Panitia Anggaran; g. Tunjangan Badan Kehormatan; h. Tunjangan Alat Kelengkapan lainnya.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2005 tanggal 24 Juni 2005 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan ketiga belas dalam Tahun Anggaran 2005 kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan Pasal 1 ayat 2 point c. menyatakan bahwa Pejabat Negara adalah Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.



Pengeluaran yang tidak sesuai ketentuan tersebut mengakibatkan Kerugian Daerah sebesar Rp. 182.827.575,00. Namun ketika dilakukan investigasi sampai tanggal 18 April 2006 kerugian daerah tersebut telah dikembalikan ke Kas Daerah sebesar Rp. 92.920,075,00 (ada beberapa anggota DPRD yang mengembalikan) dan tersisa sebesar Rp. 89.907.500,00




2. Dugaan Perjalanan Fiktif/Ganda oleh sebagian anggota DPRD (Rp. 75.739.450,00)



Pada APBD TA 2005 telah dianggarkan Biaya Perjalanan Dinas bagi Anggota DPRD Kabupaten Brebes dengan Kode Rekening 2.01.04.1.3.1 sebesar Rp. 785.760.000,00 dan telah direalisasikan sampai Bulan Juli 2005 sebesar Rp.208.109.000,00 atau sebesar 26,49%.



Dari realisasi penggunaan Biaya Perjalanan Dinas itu dapat diketahui bahwa terdapat penggunaan biaya perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan, antara lain perjalanan dinas ganda atau perjalanan dinas fiktif yaitu pada hari yang sama selain melakukan perjalanan ke daerah atau kota tertentu yang bersangkutan pada hari yang bersamaan juga sedang mengikuti rapat di DPRD Kabupaten Brebes. Hal ini dapat diketahui dari daftar hadir masuk kerja harian dan daftar hadir peserta rapat yang ada. Dengan demikian dapat diketahui bahwa uang SPPD yang diterima tidak dipergunakan untuk melakukan perjalanan dinas. Jumlah biaya perjalanan dinas ganda atau perjalanan dinas fiktif sebesar Rp. 75.739.450,00.

Kondisi ini disebabkan karena Kesengajaan sebagian Anggota DPRD Kabupaten Brebes yang menerima uang perjalanan dinas tetapi tidak melakukan perjalanan dinas, kelalaian Pengguna Anggaran, Pengendali Kegiatan, Pemegang Kas dan Kasir pada Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dari hasil investigasi diketahui bahwa pembayaran biaya perjalanan dinas dilakukan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas yang telah ditandatangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Brebes.



Hal ini tidak sesuai dengan :

o Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah pada Pasal 49 ayat (5) yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
o PP Nomor 24 Tahun 2004 tanggal 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinanan Anggota DPRD Pasal 26 Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini dinyatakan melanggar hukum.





3. Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00



Pada APBD TA 2005 Pemkab Brebes mengalokasikan biaya Tambahan Penghasilan Pegawai Kode Rekening 2.1.1.1 (Rekening Belanja Pegawai/Personalia) sebesar Rp. 20.341.299.000,00 dengan realisasi smpai bulan Juli 2005 sebesar Rp.10.926.356.843,00 atau sebesar 53,72 %. Tambahan Penghasilan Pegawai ini diberikan kepada seluruh pegawai termasuk pejabat struktural yang dibayarkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Juli dan menjelang Hari Raya ’Iedul Fithri.

Selain itu, Pemkab Brebes pada TA 2005 mengalokasikan Anggaran Biaya untuk Tunjangan Kesejahteraan kode rekening 2.1.1.1 (rekening Belanja Pegawai/Personalia) sebesar Rp. 6.077.939.000,00 yang direalisasikan sampai Bulan Juli 2005 sebesar Rp. 2.688.982.033,00 atau sebesar 44,24%. Tunjangan Kesejahteraan ini diberikan sebagai tambahan penghasilan pegawai kepada pejabat struktural dengan mengacu pada SK Bupati Brebes Nomor : 840.1/23/2003 tanggal 5 April 2003 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai di Lingkungan Pemkab Brebes dan SE Setda Brebes Nomor : 804.1/02418 tanggal 5 Oktober 2004, tanpa memperoleh persetujuan DPRD.

Khusus di Lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes, selain Tunjangan Kesejahteraan juga diberikan insentif bagi Tim Pengelola Jamsostek, Honor Tim Pengelola Administrasi pengelola Program, Insentif Pengelola Keuangan Setda Kabupaten Brebes, Insentif Pengendali Pembangunan, Insentif Pranata Pengelola Sistem Komputer yang keseluruhan sebesar Rp. 30.400.000,00.

Pemberian Tunjangan ini berarti double anggaran karena yang bersangkutan juga telah menerima Tambahan Tunjnagan Kesejahteraan/Tambahan Penghasilan Pegawai.



Hal ini tidak sesuai dengan :

1. PP Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan adn kepatutan. Begitu juga pada pasal 29 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pada Penjelasan PP Nomor 105 Tahun 2000 dalam Pasal 29 ayat (2) disebutkan bahwa Tambahan Penghasilan diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat kerja dan kelangkaan profesi.
3. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah pada Pasal 49 ayat (5) yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.



4. Pengeluaran untuk belanja honorarium rapat DPRD sebesar Rp. 226.330.000,00



Sekretariat DPRD Kabupaten Brebes menunjukkan bahwa pada APBD sebelum perubahan Tahun 2005 telah dianggarkan pengeluaran untuk Biaya penunjang kegiatan DPRD dengan kode rekening 2.01.04.1.1.03.14.1 sebesar Rp. 850.000.000,00. Sehubungan dengan dianggarkan pengeluaran untuk Biaya Penunjang Kegiatan tersebut, maka pada tanggal 24 Pebruari 2005, Pimpinan DPRD membuat Surat Keputusan Pimpinan DPRD Nomor 03 Tahun 2005 tentang Rincian Penggunaan Dana Penunjang Kegiatan DPRD Kabupaten Brebes, yang berisi anggaran untuk Biaya Penunjang Kegiatan Pimpinan, Anggota DPRD dan Sekretariat DPRD, Tunjangan Rapat Kepanitiaan, Biaya Penunjang Kegiatan Operasional Panitia Anggaran, Dana Sosial dan Kemasyarakatan, Biaya Operasional Pimpinan DPRD, Biaya Tamu Pimpinan Pimpinan, Biaya Kerumahtanggaan dan Biaya Tak Terduga. Dengan mendasarkan Surat Keputusan Pimpinan Dewan tersebut maka anggaran Penunjang Kegiatan direalisasikan sampai dengan Bulan Juli sebesar Rp. 226.330.000,00



Pada bukti-bukti pengeluaran (SPJ) menunjukkan bahwa SPJ yang digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran untuk kode rekening 2.01.04.1.1.06.02.1 Honorarium Rapat sebesar Rp. 203.935.000,00 dan 2.01.04.2.1.02.02.1 Biaya Kompensasi Kerja Pansus sebesar Rp. 30.000.000,00 yang sebenarnya tidak diperkenankan karena pengeluaran tersebut telah tercakup dalam pemberian uang Paket dan Tunjangan Alat Kelengkapan. SPJ tersebut digunakan untuk pengeluaran Belanja Penunjang Kegiatan yang pada Perubahan Anggaran telah dihapuskan. Realisasi pengeluaran dari kedua pasal tersebut adalah sebesar Rp. 226.330.000,00. Sisa sebesar Rp. 7.605.000,00 telah di setor ke Kas Daerah sesuai Bukti Setor pada tanggal 31 Desember 2005. Sehubungan itu, maka pada tanggal 18 April 2006 sebagian dari Pimpinan dan Anggota DPRD telah mengembalikan sebesar Rp26.680.000,00, sedangkan sisanya sebesar Rp132.855.000,00 belum disetor ke Kas Daerah.



Pengeluaran tersebut bertentangan dengan :

o Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tanggal 28 Agustus 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 10, Pasal 25 Ayat (3) ; 3)
o Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/3172/SJ perihal Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005 tanggal 10 Desember 2004 pada huruf f) Bagian Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, angka (5) menyebutkan : Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyediaan dana bantuan kepada organisasi kemasyarakatan, maka penyediaan dana bantuan tersebut hanya boleh dianggarkan dalam Bagian/Pos Sekretariat Daerah.



Hal tersebut disebabkan terbitnya Surat Keputusan Pimpinan Dewan Nomor 03 Tahun 2005 tentang Rincian Penggunaan Dana Penunjang Kegiatan DPRD Brebes yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan prinsip penganggaran yang benar. Sampai pada pelaksanaan investigasi terakhir ditemukan bahwa sebagian Pimpinan dan Anggota DPRD telah menyetor penunjang kegiatan yang telah diterima ke Kas Daerah sebesar Rp. 26.680.000,00 sehingga Kerugian Negara sebesar Rp. 132.855.000,00.



5. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan sebesar Rp. 9.395.403.839,00



Pemerintah Kabupaten Brebes pada Tahun Anggaran 2005 menganggarkan Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan (2.01.03.4.2.) sebesar Rp. 30.373.993.000,00. Sampai dengan akhir Tahun 2005, anggaran tersebut telah terealisasi sebesar Rp29.825.451.193,00 (98,19%). Berdasarkan Konsep Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun 2005. Dari nomenklatur rekening Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan tersebut dapat diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Brebes telah menyediakan pos belanja yang tidak diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, yaitu Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Kabupaten yang terealisasi sebesar Rp3.297.201.819,00 dan Belanja Bantuan Keuangan kepada Masyarakat/Kelompok yang terealisasi sebesar Rp. 6.098.202.020,00. Bantuan ini diterima secara tunai oleh seseorang atas nama Masyarakat/kelompok. Adapun pengeluaran bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten peruntukannya adalah berupa bantuan keuangan kepada Instansi Vertikal yang diterima secara tunai oleh para Kepala Instansi Vertikal. Sebelum proses pencairan



Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :

1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: a) Pasal 55 Ayat (2) ; b) Lampiran IV Susunan Belanja Daerah untuk penganggaran Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
2. UU Nomor 32 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 155 ayat (2)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah pada pasal 4



Hal tersebut disebabkan karena :

o Tim Anggaran yang telah menyusun, merencanakan penganggaran Belanja Bantuan yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002;
o Kebijakan Bupati dalam merealisasikan Belanja Bantuan Keuangan yang tidak sepenuhnya memperhatikan ketentuan yang berlaku.
6. Pembayaran Rekening Listrik, PBB dan Retribusi Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal (Rp. 17.884.122,00)



Pada APBD TA 2004 Pemkab Brebes mengalokasikan anggaran untuk pembayaran rekening rekening listrik, PBB dan Biaya Retribusi Sewa Rumah Dinas yang ditempati oleh Kapolres Brebes, Kejaksaan Negeri Brebes maupun Pengadilan Negeri Brebes. Pembayaran beban rekening-rekening tersebut tidak didasarkan atas kesepakatan maupun surat perjanjian antara Pemkab Brebes selaku pemilik Rumah Dinas dengan Instansi vertikal yang bersangkutan, tetapi berdasarkan kebijakan dari Bupati Brebes. Ketiga Instansi vertikal tersebut masing-masing telah menerima Bantuan APBD dari Kabupaten Brebes yang jumlahnya cukup besar. Selain itu rekening yang dibayar oleh Pemda tersebut bukan merupakan beban pengeluaran dari Pemerintah Daerah Brebes melainkan beban pengeluaran pribadi bagi pejabat instansi vertikal yang bersangkutan, sehingga tidak seharusnya dibebankan kepada APBD Kabupaten Brebes.

Adapun rincian rekening yang dibayarkan oleh Pemkab Brebes adalah sebagai berikut :

a. Rekening Listrik Rp. 5.760.000,00

b. PBB Rp. 4.674.042,00

b. Biaya Retribusi Sewa Rumah Rp. 7.450.080,00

Jumlah Rp.17.884.122,00

Hal ini disebabkan atas Kebijakan Bupati Brebes. Dimana tidak sesuai dengan PP Nomor 105 Tahun 2000 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan adn kepatutan.



3. Modus Operandi

Dugaan Penyalahgunaan/penyimpangan APBD Kab. Brebes Tahun Anggaran 2003 – 2005 dilakukan dengan cara :

1. Proyek Pengadaan yang dianggarkan oleh APBD tidak melalui lelang terbuka (Penunjukkan Langsung) yang bertentangan dengan Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.
2. Mark-up anggaran, dimana pada dugaan mark-up tanah harga tanah di mark-up lebih dari 300%.
3. Melakukan manipulasi dengan memberikan dan atau mencantumkan mata anggaran secara berulang-ulang dengan maksud untuk mendapatkan/mengambil atau menikmati keutungan pribadi dan atau kelompok (pembiayaan yang melebihi dari diisyaratkan oleh ketentuan yang berlaku) melalui persetujuan kerjasama dan atau tidak dengan persetujuan kerjasama karena kewenangan dan kedudukan yang ada dimilikinya sehingga menyebabkan negara dan masyarakat mengalami kerugian.
4. Tindakan melawan hukum dengan menetapkan dan atau menganggarkan alokasi biaya yang tidak sesuai dan atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dengan maksud untuk mendapatkan dan atau mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dan atau korporasi karena kewenangan/kedudukan yang dimilikinya sehingga menyebabkan negara dan masyarakat mengalami kerugian.
5. Mengunakan kewenangan atas jabatan atau karena kedudukan yang dimilikinya untuk memenuhi kepentingan pribadinya dan atau kelompok atau suatu korporasi sehingga menyebabkan negara dan masyarakat mengalami kerugian.
6. Menetapkan dan mengesahkan jumlah alokasi anggaran yang melebihi batas ketentuan yang disyaratkan dengan maksud untuk mendapatkan dan atau mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dan atau korporasi karena kewenangan/kedudukan yang dimilikinya sehingga menyebabkan negara dan masyarakat mengalami kerugian.
7. Perencanaan, penyusunan, penggunaan serta pengawasan dan pertanggungjawaban APBD yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak mempertimbangkan asas keadilan dan kepatutan yang menyebabkan terjadinya penyimpangan/penyelewengan APBD.





4. Pihak Yang Diduga Terlibat

Pihak-pihak yang diduga kuat terlibat melakukan tindakan penyimpangan/penyelewengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2006 adalah sebagai berikut :

1. Bupati Kepala Daerah Kabupaten Brebes (periode 2002-2007), yang bertindak sebagai pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah yang meliputi : perencanaan umum, penyusunan anggaran, pemungutan pendapatan, perbendaharan umum daerah, penggunaan anggaraan, fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban APBD.
2. Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Brebes (periode 1999-2004), karena kewenangan yang dimilikinya dalam menyusun Rencana Anggaran Belanja DPRD sebagai bagian yang tak terpisahkan dari APBD.
3. Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Brebes (periode 2004-2009), karena kewenangan yang dimilikinya dalam menyusun Rencana Anggaran Belanja DPRD sebagai bagian yang tak terpisahkan dari APBD.
4. Sekretaris DPRD Kabupaten Brebes (periode 1999-2004 dan periode 2004-2009), karena kewenangan yang dimilikinya dalam menyusun Rencana Anggaran Belanja DPRD, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan DPRD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2005.
5. Seluruh Anggota DPRD Kabupaten Brebes (periode 1999-2004 dan periode 2004-2009), karena kewenangan yang dimilikinya telah melegitimasi penyelewengan/ penyimpangan APBD dengan melakukan pengesahan APBD dan diduga telah menggunakan/mendapatkan dan/ atau mengambil hasil korupsi anggaran APBD Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2005 Kabupaten Brebes untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
6. Sekretaris Daerah Kabupaten Brebes (periode 1999-2004), sebagai pembina dan supervisi dalam perencanaan dan pelaksanaan kerja atas pengawasan internal keuangan daerah.
7. Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes (periode 1999-2004 dan periode 2004-2009) sebagai pejabat Pengelolah Keuangan Daerah.





5. Taksiran Kerugian Negara dan Masyarakat

Taksiran dugaan korupsi APBD Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2005 Kabupaten Brebes yang telah merugikan negara dan masyarakat sebagai berikut :

no Uraian / Mata Anggaran Taksiran kerugian

negara dan masyarakat
APBD Kabuapten Brebes Tahun Anggaran 2003
1 Proyek Pengadaan Tanah oleh Pemkab Brebes di tiga lokasi untuk Pasar senilai Rp. 11.000.000.000,00. Rp. 6.500.000.000,00
Pengeluaran fiktif pada proyek Pengadaan Pompa dan Mesin Penggerak di Wanasari Rp. 235.750.000,00 Rp. 235.750.000,00
Belanja Pemeliharaan Angkutan Darat Bermotor pada Sekretariat DPRD Rp. 63.000.000,00 Rp. 63.000.000,00
Dana Belanja Tak Tersangka pada APBD perubahan Rp. 229.130.000,00 Rp. 229.130.000,00
Pengadaan Alat Berat Buldoser pada Dinas PU Brebes Rp. 235.000.000,00 Rp. 235.000.000,00
Biaya kegiatan sensus barang di lingkungan Pemkab Brebes Rp. 123.140.000,00 Rp. 123.140.000,00
Jumlah Rp. 7.262.880.000,00
APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004
Proyek Pengadaan Buku Pelajaran Siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA sebesar Rp. 20.000.000.000,00 Rp. 8.345.755.935,00
Pemberian Tunjangan Kesehatan dan Premi Pimpinan dan Anggota DPRD Rp. 202.021.500,00 Rp. 202.021.500,00
Perjalanan Dinas Fiktif yang dilakukan oleh sebagian Anggota DPRD sebesar Rp. 130.692.600,00 Rp. 130.692.600,00
Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00 Rp. 92.070.000,00
Pembayaran Biaya Operasional Pegawai di Lingkungan Pemkab yang dibebankan pada Rekening Insentif Rp. 144.238.387,00 Rp. 144.238.387,00
Pembayaran Rekening PDAM dan Rekening Listrik Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal Rp. 16.901.502,00 Rp. 16.901.502,00
Jumlah Rp. 8.931.679.924,00
APBD Kabuapten Brebes Tahun Anggaran 2005
Pengeluaran Biaya Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp 182.827.575,00 Rp. 89.902.500,00
Dugaan Perjalanan Fiktif/Ganda oleh sebagian anggota DPRD Rp. 75.739.450,00 Rp. 75.739.450,00
Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00 Rp. 92.070.000,00
Pengeluaran untuk belanja honorarium rapat DPRD sebesar Rp. 226.330.000,00 Rp. 132.855.000,00



Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan sebesar Rp. 9.395.403.839,00 Rp. 9.395.403.839,00
Pembayaran Rekening Listrik, PBB dan Retribusi Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal Rp. 17.884.122,00 Rp. 17.884.122,00
Jumlah Rp. 9.803.854.911,00
Total Rp. 25.998.414.835,00



“Dua Puluh Lima Millar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delatan Juta Empat Ratus Empat Belas Ribu Delatan Ratus Tiga Puluh Lima Rupiah”



KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


1. Kesimpulan



Dari hasil investigasi dan analisis dokumen APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003 – 2005 bahwa diduga kuat telah terjadi Tindak Pidana Korupsi dana APBD Tahun Anggaran 2003 – 2005 yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh Anggota DPRD, Bupati, Wakil Bupati, yang melakukan penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD Tahun Anggaran 2003 – 2005 dengan menggunakan berbagai macam cara. Dugaan ini di dasari atas sejumah temuan dari hasil investigasi dana analisis data APBD tahun angaran 2003 – 2005 yang diantaranya adalah membuat mata anggaran yang tidak diatur dan membuat mata anggaran lain yang sebenarnya sudah masuk dalam mata anggaran dan / atau jumlahnya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan DPRD, Peraturan Pemerintah No. 109 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1980 Tentang Hak Keuangan/Administrasi Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah dan Bekas Kepala Daerah / Bekas Kepala Daerah Serta Janda / Dudanya Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1993, Keputusan Presiden R.I No. 68 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 168 Tahun 2000 Tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu, Keputusan Presiden R.I No. 74 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah, Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa serta Perpres Nomor 8 Tahun 2003 Mengenai Perubahan atas Pasal Keempat pada Keppres 80 Tahun 2003, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober 2004 tentang Pemerintah Daerah, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/3172/SJ perihal Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005 tanggal 10 Desember 2004 pada huruf f) Bagian Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, Kepmendagri Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah.

Mata Anggaran yang kami maksudkan diantaranya adalah :

1. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003

(Keputusan Bupati Brebes No. 010 Tahun 2004 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003)

1. Dugaan Mark-up pengadaan Tanah oleh Pemkab Brebes di tiga lokasi untuk Pasar (Rp. 11.000.000.000,00.)
2. Dugaan Pengeluaran fiktif pada proyek Pengadaan Pompa dan Mesin Penggerak di Wanasari (Rp. 235.750.000,00)
3. Dugaan penyimpangan Belanja Pemeliharaan Angkutan Darat Bermotor pada Sekretariat DPRD (Rp. 63.000.000,00)
4. Dugaan Penyimpangan pada penggunaan Dana Belanja Tak Tersangka pada APBD perubahan (Rp. 229.130.000,00)
5. Dugaan Penyimpangan Pengadaan Alat Berat Buldoser pada Dinas PU Brebes (Rp. 235.000.000,00)
6. Dugaan Penyimpangan pada Biaya kegiatan sensus barang di lingkungan Pemkab Brebes (Rp. 123.140.000,00)



2. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004

(Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004)

1. Dugaan Penyimpangan Anggaran Proyek Pengadaan Buku Pelajaran Siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA sebesar Rp. 20.000.000.000,00
2. Dugaan Penyimpangan Pemberian Tunjangan Kesehatan dan Premi Pimpinan dan Anggota DPRD (Rp. 202.021.500,00)
3. Dugaan Perjalanan Dinas Fiktif yang dilakukan oleh sebagian Anggota DPRD sebesar Rp. 130.692.600,00
4. Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00
5. Pembayaran Biaya Operasional Pegawai di Lingkungan Pemkab yang dibebankan pada Rekening Insentif ( Rp. 144.238.387,00)
6. Pembayaran Rekening PDAM dan Rekening Listrik Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal (Rp. 16.901.502,00)



4. APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2005

(Keputusan Bupati Brebes tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2004)

1. Pengeluaran Biaya Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD sebesar Rp 182.827.575,00
2. Dugaan Perjalanan Fiktif/Ganda oleh sebagian anggota DPRD (Rp. 75.739.450,00)
3. Pemberian Tambahan Insentif di Sekretariat Daerah Kabupaten Brebes sebesar Rp. 92.070.000,00
4. Pengeluaran untuk belanja honorarium rapat DPRD sebesar Rp. 226.330.000,00
5. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan sebesar Rp. 9.395.403.839,00
6. Pembayaran Rekening Listrik, PBB dan Retribusi Sewa Rumah Dinas Milik Instansi Vertikal (Rp. 17.884.122,00)



2. Rekomendasi

Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, jujur, demokratis dan berwibawa serta untuk penyelamatan Dana Publik (Anggaran yang seharusnya untuk kemakmjuran Rakyat banyak) maka kami merekomendasikan beberapa hal untuk segera ditindak lanjuti oleh :

1. Kepada Kejaksaan Agung agar melakukan pengawasan terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri Brebes yang saat ini tengah melakukan proses penyelidikan dan/ atau penyidikan terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003 - 2005.
2. Kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) agar melakukan pengawasan, penelitian, atau penelahaan terhadap kasus dugaan korupsi anggaran keuangan daerah/publik yang saat ini ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri Brebes.
3. Kepada pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah agar dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Terlibat secara langsung (intervensi) terhadap seluruh proses penyidikan Kasus Dugaan Korupsi APBD Kabupaten Brebes Tahun Anggaran 2003-2005 yang saat ini ditangani Kejaksaaan Negeri Brebes.
2. Melakukan penahanan terhadap Bupati Brebes periode 2002-2007 dan seluruh Anggota DPRD Periode 1999- 2004 dan periode 2004 – 2009 yang terbukti terlibat dalam penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD tahun 2003 - 2005. Beserta pejabat-pejabat eksekutif Pemda Kabupaten Brebes periode 1999 -2004 dan periode 2004-2009.
3. Membuka akses atau memberikan ruang terhadap publik (masyarakat umum) untuk melakukan monitoring dalam proses penyelidikan dan/ atau penyidikan yang telah dilakukan oleh Kejaksaaan Negeri Brebes.
4. Kepada Badan Pengawas Daerah Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Brebes agar melaksanakan fungsinya dengan berlandaskan kejujuran dan keadilan tanpa melihat kepentingan pihak tertentu dan juga membuka ruang kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan dan monitoring pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengawas Daerah Propinsi dan Kabupaten Brebes.
5. Kepada Pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah agar melakukan penyelidikan dan/ atau penyidikan atas dugaan Tindak Pidana Korupsi anggaran keuangan daerah/publik bila diminta oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri Brebes dan juga memberikan perlindungan kepada saksi dan pelapor.
6. Kepada seluruh masyarakat Jawa Tengah khususnya masyarakat di Kabupaten Brebes untuk mendesak kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah agar menciptakan proses penegakan hukum yang adil dan proporsional serta melakukan pengawasan dan pemantauan pada Kejaksaan Negeri Brebes dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang saat ini menanggani kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi APBD Brebes TahunAnggaran 2003-2005.





BAHAN – BAHAN RUJUKAN

1. Hasil Investigasi lapangan Tim Analisa dan Data Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak), Analisa Pusat Kajian dan Transparansi Publik dan Forum Ulama Anti Korupsi Brebes.
2. Studi dan analisis kasus dengan merujuk pada :
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun. 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2000 tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri, Hakim dan Pejabat Negara.
7. Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah.
8. Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD.
9. Keputusan Presiden R.I No. 68 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 168 Tahun 2000 Tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu.
10. Keputusan Presiden R.I No. 74 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
11. Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa serta Perpres Nomor 8 Tahun 2003 Mengenai Perubahan atas Pasal Keempat pada Keppres 80 Tahun 2003.
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
13. UU Nomor 32 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober 2004 tentang Pemerintah Daerah
14. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/3172/SJ perihal Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005 tanggal 10 Desember 2004 pada huruf f) Bagian Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
15. Kepmendagri Nomor 27 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah
16. Keputusan Bupati Brebes Nomor 010 Tahun 2003 tentang Penjabaran APBD TA 2003.
17. Perubahan Anggaran Belanja dan Belanja Daerah TA 2003.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA 2004.
19. PerubahanAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA 2004.
20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA 2005.
21. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA 2005.
22. SK Bupati Nomor 900/165 Tahun 2004 tentang Pemberian Insentif pengelola kepegawaian pada BKD kabupaten Brebes.
23. SK Bupati Nomor 903/208A Tahun 2003 tentang Pemberian Uang Insentif kepada pejabat dan pegawai yang bertugas mengelola dan melaksanakan pengelolaan keuangan daerah pada BPKD kabupaten Brebes
24. SK Bupati Nomor 900/172 Tahun 2004 tentang Pemberian Insentif pengelola perencanaan pembangunan Kabupaten Brebes
25. Data-data pendukung kasus – kasus penyimpangan APBD TA 2003 – 2005.
26. Hasil Audit BPK RI Semester I Tahun 2004 atas APBD Kabupaten Brebes TA 2003.
27. Hasil Audit BPK RI Semester II Tahun 2005 atas APBD Kabupaten Brebes TA 2004 dan APBD TA 2005.
28. Hasil Audit BPK RI Semester I Tahun 2006 atas APBD Kabupaten Brebes TA 2005



3. Kliping Koran
1. Suara Merdeka

o 9 Agustus 2005, Aksi Damai Ribuan Massa Gebrak tuntut Kasus Korupsi Brebes Dituntaskan.
o 13 Agustus 2005, Gebrak Laporan Tindak Kekerasan terkait Demo ke Polisi
o 22 Desember 2004, Kejari Brebes Memanggil Dua Pejabat Pemkab Brebes terkait Dugaan Mark-up Pengadaan Tanah senilai 11 Milyar.
o 23 Desember 2004, Kejari Brebes Usut Mark Up Pengadaan Tanah (Tiga Pejabat Pemda diperiksa).
o 21 Desember 2004, Kejari Brebes Ungkap Dugaan Mark Up Pengadaan Tanah (8 Pejabat Pemkab Diperiksa).
o 24 Desember 2004, LKPESD Dukung Kejari Brebes Panggil Sejumlah Pejabat Pemkab
o 25 Desember 2004, Dugaan Mark Up Pengadaan Tanah Pemkab Brebes tidak Masuk APBD
o 10 April 2006, Pemkab Brebes Disomasi Balai Pustaka terkait dengan keterlambatan pembayaran
o 11 April 2006, Kejati Kembalikan Berkas Kasus BP Brebes ke Polda.
o 17 November 2005, Kadinas Pendidikan Brebes Jadi Tersangka dalam Kasus BP Brebes.
o 27 Juli 2006, Bawasprop Temukan 44 Kasus Dugaan Penyimpangan di Brebes.
o 28 Februari 2005, Dugaan Mark Up Buku Rp 20 M, Bupati Siap Beri Keterangan
o 29 Juni 2005, Puluhan Mahasiswa Brebes Gelar Demo Antikorupsi, menuntut penuntasan kasus Mark Up Pengadaan Tanah senilai 11 Milyar dan Mark Up Buku BP senilai 20 Milyar di Brebes

2. Kompas

o 29 Juni 2005, Terkait Dugaan Korupsi Ratusan Pelajar dan Mahasiswa Mendemo Pemkab Brebes.
o 9 Agustus 2005, Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak), Massa Demo di Brebes Tuntut Bupati Mundur.

3. Radar Tegal

o 27 Agustus 2005, Perwakilan Gebrak audiensi ke DPRD mendesak untuk tidak melakukan pembayaran tahap kedua BP karena masih dalam penanganan di POLDA Jateng.
o 9 Agustus 2005, Aksi Damai Gerakan Berantas Korupsi Brebes (Gebrak), Massa Tuntut Indra (Bupati Brebes) Mundur, Jika Kasus tidak Dituntaskan.
o 29 November 2005, Terkait Dugaan Korupsi pada Asuransi, Polis Asuransi Atas Nama Pemkab Brebes.
o 26 Juli 2005, Dewan Sorot Asuransi PNS bahwa aturan hukum belum Jelas.
o 25 November 2005, Kasus Asuransi menurut Pakar Hukum Hamidah A SH, MH. Bisa mengarah Tindak Pidana Korupsi.
o 1 Desember 2006, Alokasi Anggaran Ditolak, Menunggu Aturan Hukum Asuransi PNS.
o 14 Desember 2005, Fraksi Golkar Menyoal Kasus Asuransi PNS.
o 22 November 2005, Fraksi Golkas Soroti Asuransi PNS dalam Sidang Pandangan Umum Fraksinya.
o 11 Desember 2006, Gebrak Catat 16 Kasus Korupsi yang merugikan negara kurang lebih 42 Milyar.
o 12 Desember 2006, Dari FGD P3M dan PUSAKA, LSM Jangan Terkena Bujuk Rayu Pelaku Korupsi.
o 22 November 2006, Gebrak datangi KPK dan Kejagung terkait kasus-kasus korupsi di Brebes.
o 13 April 2006, Sisa Pembayaran Uang BP tunggu Keputusan Tetap.
o 23 Agutus 2005, Kapolwil Pekalongan : Kasus BP Brebes Tak Cukup Bukti.
o 15 Agutus 2005, BP Tagih Pemkab Brebes Rp. 10 Milyar.
o 23 September 2005, Hasil Klarifikasi Komisi A DPRD Kabupaten Brebes : POLDA Jateng temukan Bukti Baru Kasus Korupsi Balai Pustaka.
o 23 September 2005, Gebrak Serahkan Temuan Baru Kasus BP ke Polres Brebes untuk ditindaklanjuti.
o 23 September 2005, ICW Tangani Kasus BP Brebes.
o 31 Agustus 2005, Kajari Menyatakan Belum Temukan Indikasi Mark Up Pengadaan Tanah.
o 13 Agustus 2005, Korban Demo Diperiksa terkait penyerangan Massa Aksi oleh Preman.
o 5 Januari 2007, Aktivis LSM sayangkan Pemberian Mobil Dinas Baru kepada beberapa Pejabat.
o 5 Januari 2007, Tim 12 Laporkan Dugaan Korupsi Anggaran 2003 – 2005 ke Kejaksaan Negeri Brebes.
o 5 Januari 2007, Proyek Hotmixasi Jalan di Brebes disoal warga, karena pelaksanaannya yang amburadul.
o 5 Januari 2007, Dana Tak Tersangka Dipertanyakan.
o 2 Januari 2007, Disinyalir, Peruntukkan ADD Banyak Menyimpang.
o 30 Desember 2006, LSM Brebes Desak Berantas Korupsi.
o 26 Desember 2006, Pusaka Desak Perda No 11 Dicabut
o 29 Desember 2006, APBD Boros 9,71 Milyar.
o 28 Desember 2006, Terkait Kasus Alat Kesehatan, Direktur RSUD Diperiksa Kejakri Brebes.
o 8 Desember 2006, Kasus Alat Kesehatan Dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Brebes.
o 29 Juni 2005, Mahasiswa Brebes Demo Anti Korupsi terkait Kasus Tanah dan Balai Pustaka.

4. Warta Berita

o 9 Agustus 2006, Tuntut Berantas Korupsi ”Gebrak” Geruduk DPRD dan Kejaksaan Negerii.

5. Republika

o 24 Agustus 2005, Polda Jateng Bantah SP3-kan Kasus Buku Pelajaran (BP) Brebes.

6. Media Kabinet (LIRA)

o No 10 Vol. II 2006, Korupsi Buku Pelajaran diKabupaten Brebes.
o No 10 Vol. II 2006, Mark Up Pembelian Tanah oleh Pemkab Brebes.

7. Nirmala Post

o 8 Desember 2006, Pengadaan Alat-alat Kesehatan Diduga Di Mark Up.


LAMPIRAN – LAMPIRAN



Tembusan kepada yang Terhormat :

1. Presiden Republik Indonesia, di Jakarta ;
2. Kepala Kejaksaan Agung RI, di Jakarta ;
3. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, di Semarang ;
4. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, di Semarang ;
5. Ketua BPKP Perwakilan Jawa Tengah, di Semarang ;
6. Ketua BPK – RI, di Jakarta ;
7. Arsip